Sabtu, 23 Juni 2012

In The Time of Butterflies: Sebuah Cerminan Kesetaraan


            Republik Dominika, salah satu Negara Amerika Latin, pada tahun 1950-an atau 1960-an mengalami masa gelapnya. Presiden Trujilo yang merupakan penguasa utama pada rejim itu menjalankan pemerintahan dengan gaya dictator yang kaku dan tak kenal ampun. Saat itu, di Negara itu, diam adalah hal yang akan membuat kita aman. Siapapun yang dianggap mengancam stabilitas Negara maka Trujilo akan menyingkirkannya dengan caranya sendiri, yaitu membunuhnya.
            Saat itu dalam keluarga Mirabal tumbuh gadis-gadis cantik yang segera sadar dan kritis akan keadaan. Salah satu yang paling menonjol adalah Minerva Mirabal. Dia merasa ada yang tak beres dengan negaranya. Dia dan beberapa saudaranya bersikeras untuk menempuh pendidikan di luar kota. Setelah sedikit berdebat dengan ayahnya maka Minerva dan saudara-saudaranya, yang kesemuanya perempuan, berangkat untuk menempuh pendidikan di asrama.
            Di sekolah khusus perempuan inilah untuk pertama kalinya Minerva bertemu Trujilo. Dalam sebuah pentas seni teman dekat Mirabal bermaksud untuk memanah Presiden Trujilo secara terang-terangan yang hadir dalam acara itu. Namun, menyadari itu Minerva melarangnya. Mulai saat itu lah Trujilo terkesan dengan Minerva. Sesuai rumor yang beredar salah satu teman Minerva dibawa oleh Presiden Trujilo dan tak pernah kembali. Dia dikabarkan telah hamil dan mempunyai anak dari Trujilo. Saat itu lah Minerva sadar ada sesuatu yang buruk pada Trujilo. Dalam sebuah jamuan makan malam dengan presiden Minerva hadir sebab ayahnya bekerja untuk pemerintah. Saat itu Trujilo mengajak Minerva berdansa tetapi karena merasa dilecehkan oleh Trujilo Minerva menamparnya di muka umum.
Setelah itu keadaan menjadi buruk ayah Minerva ditangkap dan disiksa sampai Minerva mau menyerahkan diri. Minerva pun melakukan suatu undian yang menyatakan jika ia menang Truilo akan mengizinkannya sekolah hokum dan ayahnya dibebaskan. Padahal saat itu perempuan dilarang bersekolah di bidang hokum. Memenangkan undian itu Minerva pun menenmpuh pendidikan tinggi di jurusan hokum. Di sana dia dikenal sebagai ‘kupu-kupu’. Di sana Minerva tau bahwa kekasihnya terdahulu telah tewas dalam sebuah penyelidikan.
Di sekolah itu kemudian Minerva membentuk gerakan bersama teman-temannya untuk melawan dan mengkritisi pemerintah. Adik Minerva turut serta dalam gerakan ini. Akhinya Minerva menikah dengan mahasiswa hukum yang juga sekaligus teman sepergerakan. Setelah beberapa tahun berselang Minerva harus berpisah dengan anak-anaknya untuk melanjutkan gerakkannya. Minerva sempat ditangkap kemudian dibebaskan. Namun, kemudian dia dan dua saudaranya dibunuh secara keji karena dianggap melawan dan membahayakan rejim Trujilo.
Dalam Perspektif Psikologi Gender
Membaca apa yang disajikan dalam film tahun 2003 ini banyak fenomena gender yang menarik untuk diperhatikan. Dalam teori gender perspektif budaya  laki-laki dan perempuan dibedakan secara maskulin dan feminis. Laki-laki dipandang bisa melakukan hal-hal yang berat seperti bekerja di bidang hukum (dalam film ini) sedangkan wanita hanya bekerja di rumah.
Dalam film ini Minerva juga mendobrak feminism yang melekat pada perempuan dengan berusaha bisa bersekolah di hukum.  Minerva dalam hal ini tidak mempedulikan perbedaan dan stereotype yang berlaku bahwa perempuan tidak pantas belajar hukum. Dalam hal ini awalnya Minerva memang mengalami kesulitan untuk bergabung dengan gerakan melawan Trujilo. Namun, berkat kegigihannya Minerva mampu bergabung bahkan menjadi tokoh yang penting dalam gerakan ini.
Eagly dan Mladinic (dalam Baron dan Bryne, 2003) menemukan bahwa stereotipe gender pada perempuan ternyata lebih disukai oleh masyarakat. Temuan ini dideskripsikan dengan istilah “women-are-wonderful effect.” Meskipun sifat yang dianggap milik perempuan itu positif dan lebih disukai, Baron dan Bryne (2003) berpendapat sifat tersebut cenderung dipandang kurang sesuai untuk posisi atau level status yang tinggi. Pada akhirnya, stereotipe ini menjadi penghalang besar untuk peran serta perempuan di area publik seperti perusahaan, pemerintahan, dan sebagainya ( Rochyati dan Siregar, 2010).
Nelson menyatakan bahwa prasangka dan stereotipe terhadap perempuan berasal dari banyak sumber. Salah satunya melalui pembelajaran sosial. Teori pembelajaran sosial menjelaskan bahwa sejak usia yang sangat muda, anak diajarkan tentang bagaimana menjadi seorang pria dan perempuan dalam masyarakat. Rice turut menjelaskan bahwa sejak awal, anak pria dan perempuan memang mengalami sosialisasi yang berbeda. Sebagai contoh, pria diharapkan untuk lebih aktif, kasar, dan agresif ( Rochyati dan Siregar, 2010).
Dalm film ini anak-anak perempuan bisa dengan mudah diserahkan kepada Trujilo memperlihatkan bahwa stereotype gender bagi wanita adalah kesan lemah. Bahkan symbol kupu-kupu juga menjadi symbol feminis yang menggambarkan bahwa perempuan sangat lembut, lemah, tapi mempesona seperti kupu-kupu.
Dalam film ini dijelaskan bahwa stereotype itu bisa hilang seiring dengan perjuangan Mirabal bersaudara melawan penindasan Trujilo. Mereka memang akhirnya dibunuh tetapi hari kematian mereka diperingati sebagai hari anti kekerasan terhadap perempuan.


.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar