Minggu, 29 April 2012

Bimbingan Belajar Desa Pohrubuh: Mengabdi Dengan Mengajar


Jam di dinding belum genap menunjukkan pukul 19.00 WIB. Dengan pakaian yang agak basah oleh hujan dan tubuh yang cukup letih karena sebelumnya kuliah dari pagi hingga sore, tiga mahasiswa menyusuri jalanan yang masih becek. Namun, rasa letih itu seketika hilang saat melihat hampir dua puluhan anak menunggu mereka di sebuah emper rumah dengan penerangan seadanya sambil berceloteh ceria.
            Sepenggal peristiwa tadi adalah suasana yang akrab dijumpai setiap petang pada hari Senin, Rabu dan Jum’at di sudut Dusun Pohrubuh. Pada hari-hari itu lah berlangsung  program bimbingan belajar untuk siswa sekolah dasar dan sekolah menengah pertama di lingkungan warga RW 52 Dusun Pohrubuh dilaksanakan. Program yang diprakarsai oleh keluarga besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Sleman ini telah berjalan kurang lebih dua bulan.
            Terciptanya program ini bermula dari ide Departemen Aksi Sosial dan Jaringan (Aksosjar) PMII Komisariat Gadjah Mada yang menghendaki adanya program pengajaran gratis bagi anak jalanan sebagai salah satu bentuk pengabdian masyarakat. “Namun, berhubung saat itu juga ada permintaan dari warga Pohrubuh untuk memberikan bimbingan belajar intensif bagi anak-anak kelas 6 sekolah dasar di sana maka dipilih yang di Pohrubuh dengan harapan program kami lebih maksimal nantinya karena lebih dekat,” terang Maryama Nihayah staff Departemen Aksosjar sekaligus pengurus harian program bimbingan belajar tersebut.

Memenuhi Kebutuhan Warga
Permintaan warga tersebut oleh PMII Cabang Sleman tersebut kemudian dikomunikasikan kepada PMII Komisariat Gadjah Mada untuk segera ditindaklanjuti. Pada tanggal 4 Desember 2011 bertempat di Sekretariat PMII Komisariat Gadjah Mada rapat perdana pembagian tugas dan penentuan jadwal mengajar dilaksanakan setelah sebelumnya dilakukan open recruitmen untuk menjaring tenaga pengajar. Dalam rapat tersebut disepakati hari Senin, Rabu, dan Jum’at sebagai hari di mana program tersebut dilaksanakan selama kurang lebih satu jam yaitu dari pukul 19.00 hingga 20.00 WIB.
Tenaga pengajar seluruhnya merupakan  anggota aktif PMII Komisariat Gadjah Mada yaitu mahasiswa Universitas Gadjah Mada dan juga PMII Komisariat Hasyim Asy’ari yaitu mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta. Jumlah pengajar resmi hingga saat ini adalah 12 orang sedangkan jumlah murid adalah 20 orang. 12 orang mahasiswa tadi dibagi menjadi 3 kelompok yang akan mengajar satu kali seminggu selama satu jam pada hari yang telah dipilih. Dalam menentukan jadwal mengajar, pengajar bebas memilih hari yang diinginkan agar tidak membebani pengajar yang juga aktif kuliah maupun berorganisasi. Dalam satu jam tmurid-murid dibagi sesuai kelasnya dan setiap kelas ditangani oleh satu pengajar.
Program nonprofit yang tadinya ditujukan untuk mendampingi murid-murid kelas 6 itu meluas hingga menyentuh murid-murid kelas 1 hingga 3 smp. Kedekatan yang terjalin antara warga dengan pengajar membuat beberapa orang tua murid tidak segan untuk meminta kepada pengajar memberikan les privat bagi anaknya yang akan menghadapi ujian akhir nasional. Tempat yang dipakai untuk program ini pun adalah rumah Ketua RW 52 lengkap dengan tikar sebagai alas duduk. Seiring dengan bertambah banyaknya murid beserta kebutuhannya maka evaluasi terus dilakukan guna meningkatkan kualitas pembelajaran.

Belajar yang Menyenangkan
Sebenarnya ada beberapa murid yang sudah mengikuti les baik di sekolah maupun di institusi swasta. Namun, mereka masih antusias mengikuti bimbingan belajar bersama pengajar dari PMII. Hal itu disebabkan saat mengikuti les di sekolah maupun di lembaga swasta mereka tidak bisa leluasa bertanya mengenai materi yang mereka belum paham karena masih ada rasa takut dan sungkan dengan guru maupun tentor. Sementara itu, metode pengajaran di bimbingan belajar PMII ini mengutamakan kenyamanan murid sehingga terjalin keterbukaan dan kedekatan antara murid dan pengajar sehingga proses pembelajaran lebih maksimal.
Kedekatan yang terjalin antara murid dan pengajar membuat murid terbuka untuk menanyakan materi yang mereka belum paham. “Yang jelas mereka sudah menganggap pengajar sebagai teman  jadi mereka tidak merasa tertekan. Proses belajar yang terjadi juga lebih kepada belajar bersama,” ungkap Maryama Nihayah. Tak jarang pula murid menceritakan masalah pribadi di rumah maupun di sekolah kepada pengajar. Melalui usaha yang sederhana tetapi sungguh-sungguh ini diharapkan murid-murid dapat terbantu secara emosional dan intelektual dalam menghadapi pelajaran di sekolah. Terutama bagi mereka yang sebentar lagi menempuh ujian akhir nasional.

Nurul Ulfah Puji Lestari
Mahasiswi Fakultas Psikologi UGM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar