Jam di dinding belum genap menunjukkan pukul 19.00 WIB. Dengan pakaian yang agak basah oleh hujan dan tubuh yang cukup letih karena sebelumnya kuliah dari pagi hingga sore, tiga mahasiswa menyusuri jalanan yang masih becek. Namun, rasa letih itu seketika hilang saat melihat hampir dua puluhan anak menunggu mereka di sebuah emper rumah dengan penerangan seadanya sambil berceloteh ceria.
Sepenggal
peristiwa tadi adalah suasana yang akrab dijumpai setiap petang pada hari
Senin, Rabu dan Jum’at di sudut Dusun Pohrubuh. Pada hari-hari itu lah
berlangsung program bimbingan belajar
untuk siswa sekolah dasar dan sekolah menengah pertama di lingkungan warga RW
52 Dusun Pohrubuh dilaksanakan. Program yang diprakarsai oleh keluarga besar
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Sleman ini telah berjalan
kurang lebih dua bulan.
Terciptanya
program ini bermula dari ide Departemen Aksi Sosial dan Jaringan (Aksosjar) PMII
Komisariat Gadjah Mada yang menghendaki adanya program pengajaran gratis bagi
anak jalanan sebagai salah satu bentuk pengabdian masyarakat. “Namun, berhubung
saat itu juga ada permintaan dari warga Pohrubuh untuk memberikan bimbingan
belajar intensif bagi anak-anak kelas 6 sekolah dasar di sana maka dipilih yang
di Pohrubuh dengan harapan program kami lebih maksimal nantinya karena lebih
dekat,” terang Maryama Nihayah staff Departemen Aksosjar sekaligus pengurus
harian program bimbingan belajar tersebut.
Memenuhi
Kebutuhan Warga
Permintaan warga
tersebut oleh PMII Cabang Sleman tersebut kemudian dikomunikasikan kepada PMII
Komisariat Gadjah Mada untuk segera ditindaklanjuti. Pada tanggal 4 Desember
2011 bertempat di Sekretariat PMII Komisariat Gadjah Mada rapat perdana pembagian
tugas dan penentuan jadwal mengajar dilaksanakan setelah sebelumnya dilakukan open recruitmen untuk menjaring tenaga
pengajar. Dalam rapat tersebut disepakati hari Senin, Rabu, dan Jum’at sebagai
hari di mana program tersebut dilaksanakan selama kurang lebih satu jam yaitu
dari pukul 19.00 hingga 20.00 WIB.
Tenaga pengajar
seluruhnya merupakan anggota aktif PMII
Komisariat Gadjah Mada yaitu mahasiswa Universitas Gadjah Mada dan juga PMII
Komisariat Hasyim Asy’ari yaitu mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta. Jumlah
pengajar resmi hingga saat ini adalah 12 orang sedangkan jumlah murid adalah 20
orang. 12 orang mahasiswa tadi dibagi menjadi 3 kelompok yang akan mengajar
satu kali seminggu selama satu jam pada hari yang telah dipilih. Dalam menentukan
jadwal mengajar, pengajar bebas memilih hari yang diinginkan agar tidak
membebani pengajar yang juga aktif kuliah maupun berorganisasi. Dalam satu jam
tmurid-murid dibagi sesuai kelasnya dan setiap kelas ditangani oleh satu
pengajar.
Program nonprofit yang
tadinya ditujukan untuk mendampingi murid-murid kelas 6 itu meluas hingga
menyentuh murid-murid kelas 1 hingga 3 smp. Kedekatan yang terjalin antara
warga dengan pengajar membuat beberapa orang tua murid tidak segan untuk
meminta kepada pengajar memberikan les privat bagi anaknya yang akan menghadapi
ujian akhir nasional. Tempat yang dipakai untuk program ini pun adalah rumah
Ketua RW 52 lengkap dengan tikar sebagai alas duduk. Seiring dengan bertambah
banyaknya murid beserta kebutuhannya maka evaluasi terus dilakukan guna
meningkatkan kualitas pembelajaran.
Belajar
yang Menyenangkan
Sebenarnya ada beberapa
murid yang sudah mengikuti les baik di sekolah maupun di institusi swasta.
Namun, mereka masih antusias mengikuti bimbingan belajar bersama pengajar dari
PMII. Hal itu disebabkan saat mengikuti les di sekolah maupun di lembaga swasta
mereka tidak bisa leluasa bertanya mengenai materi yang mereka belum paham
karena masih ada rasa takut dan sungkan dengan guru maupun tentor. Sementara
itu, metode pengajaran di bimbingan belajar PMII ini mengutamakan kenyamanan
murid sehingga terjalin keterbukaan dan kedekatan antara murid dan pengajar
sehingga proses pembelajaran lebih maksimal.
Kedekatan yang terjalin
antara murid dan pengajar membuat murid terbuka untuk menanyakan materi yang
mereka belum paham. “Yang jelas mereka sudah menganggap pengajar sebagai teman jadi mereka tidak merasa tertekan. Proses
belajar yang terjadi juga lebih kepada belajar bersama,” ungkap Maryama
Nihayah. Tak jarang pula murid menceritakan masalah pribadi di rumah maupun di
sekolah kepada pengajar. Melalui usaha yang sederhana tetapi sungguh-sungguh
ini diharapkan murid-murid dapat terbantu secara emosional dan intelektual
dalam menghadapi pelajaran di sekolah. Terutama bagi mereka yang sebentar lagi
menempuh ujian akhir nasional.
Nurul Ulfah Puji
Lestari
Mahasiswi Fakultas
Psikologi UGM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar