Ngawiti
ingsun nglaras Syi’iran
Kelawan
muji marang Pangeran
Kang
paring rahmat lan kenikmatan
Rino
weingine tanpo pitungan
Barisan kalimat tadi
adalah bait pertama lagu Syi’ir Tanpo Waton. Lagu yang dikenal sebagai lagu
karya KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ini menggema di Masjid Ibnu Sina
Fakultas Kedokteran UGM pada tanggal 30 Desember 2011. Meningkahi suara
gemericik hujan di akhir Desember, lagu tersebut dengan apik dibawakan oleh
kelompok rebana para aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang
Sleman. Dengan dilantunkannya lagu tersebut maka dimulailah acara peringatan
dua tahun wafatnya Sang Guru Bangsa yaitu Gus Dur.
Perisiapan acara dengan tema “Menggagas Demokrasi Berkeadilan
untuk Kemakmuran Rakyat” ini memakan waktu satu bulan. Acara ini dipersiapkan oleh
Pengurus Cabang PMII Sleman yang terdiri dari mahasiswa-mahasiswa UGM dan UNY untuk
membedah nilai-nilai yang diajarkan oleh Gus Dur. Acara yang dibuka dengan penampilan
rebana dan deklamasi puisi karya Inayah yaitu salah satu putri Gus Dur ini berlangsung
dari pukul 19.30 hingga 22.30 WIB. Dialog interaktif yang dipantik oleh Jadul
Maula (Aktivis Lesbumi DIY), Hifdzil Alim (Aktivis Pusat Kajian Anti Korupsi
UGM), dan Marzuki Kurdi (Koordinator Forum Lintas Iman SOBAT DIY) merupakan
puncak dari rangkaian acara ini.
Menyatu
dalam Perbedaan
Seakan hendak
mengimplementasikan nilai yang diajarkan Gus Dur yaitu toleransi dan pluralitas
berbangsa panitia bekerja sama dengan pergerakkan mahasiswa dari berbagai basis
iman untuk membacakan doa pemuda lintas iman. Pergerakan yang diundang untuk
berpartisipasi dalam pembacaan doa tersebut adalah Gerakan Mahasiswa Katolik
Indonesia (GMKI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Persatuan
Mahasiswa Kristen Indonesia (PMKRI), Keluarga Mahasiswa Hindu Dharma (KMHD),
Keluarga Mahasiswa Budhhis (Kamadhish), dan Pemuda Tionghoa yang semuanya
memiliki wilayah pergerakan di Yogyakarta. Namun, karena beberapa alasan hanya
tiga pergerakan yang bergabung dalam pembacaan doa lintas iman tersebut yaitu PMKRI,
Kamadhis, dan PMII.
Dilihat sepintas acara
pembacaan doa tersebut mungkin terkesan biasa karena tidak dibawakan secara dramatis.
Doa yang berisikan permohonan untuk Gus Dur dan Indonesia ini dibacakan secara
bergantian. Doa yang disusun oleh panitia ini merupakan doa universal. Dalam
doa ini istilah-istilah yang mengacu kepada kelompok agama tertentu sengaja
ditiadakan. Istilah yang mengacu pada makna Sang Maha Kuasa diganti dengan kata
Tuhan walaupun kenyataannya setiap agama punya sebutan tersendiri bagi Sang
Pencipta. Bahasa yang digunakan dalam doa tersebut seluruhnya adalah Bahasa
Indonesia.
Di samping doa yang
diksi dan maknanya universal, hal yang menarik dari pembacaan doa lintas iman
ini adalah dari segi pembacanya. Perwakilan dari PMII langsung bisa dikenali
sebagai pemuda suku jawa. Perwakilan dari PMKRI merupakan pemuda yang ketika
melihat figurnya kita akan teringat pada rakyat Indonesia bagian timur.
Terakhir perwakilan dari Kamadhis akan kita kenali sebagai pemuda Cina
“Doa kebangsaan ini
menunjukkan bahwa Gus Dur merupakan sosok yang sangat berpengaruh dalam
mempersatukan kaum beragama di Indonesia,” ungkap Mochammad Said selaku ketua
umum PMII Sleman seusai acara tersebut.
Membincang Gus Dur dan Indonesia
Pada 21. 30 WIB acara
puncak yaitu dialog interaktif dimulai. Marzuki Kurdi yang juga menjabat sebagai Ketua
Nahdlatul Muhammadiyin menyampaikan pandangannya tentang Ekonomi Rakyat. Keputusan
apa yang dipakai dasar perekonomian nasional dan siapa-siapa yang mengambil
keputusan tersebut dan arahnya ke mana serta implikasinya seperti apa diungkapkan
oleh Marzuki Kurdi ketika menyampaikan faktor penting dalam memahami situasi
ekonomi politik rakyat di Indonesia.
Hifzdil Alim sebagai
aktivis PUKAT membahas segi hukum dan
politik di Indonesia dari masa ke masa. Mengacu pada pemikiran Gus Dur, Jadul
Maula mencoba menyimpulkan bahwa demi mewujudkan keadilan di Indonesia perlu
dilakukan pencarian tak berkesudahan akan sebuah perubahan sosial tanpa
memutuskan sama sekali ikatan dengan masa lampau.
Acara yang berakhir pada
22.30 WIB ini diharapkan oleh Mochammad Said sebagai momentum bagi pemuda
Indonesia untuk bersama bergerak melanjutkan estafet perjuangan Gus Dur dalam
mewujudkan demokratisasi di Indonesia. Semoga harapan itu bisa menjadi
kenyataan dan tercipta Indonesia yang harmonis dan dinamis suatu saat nanti.
Nurul Ulfah Puji
Lestari
Mahasiswa
Fakultas Psikologi UGM
Sekretaris PMII
Komisariat Gadjah Mada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar