Minggu, 29 April 2012

Peringatan Dua Tahun Wafatnya Gus Dur: Mencari Harmoni Bangsa


Ngawiti ingsun nglaras Syi’iran
Kelawan muji marang Pangeran
Kang paring rahmat lan kenikmatan
Rino weingine tanpo pitungan
Barisan kalimat tadi adalah bait pertama lagu Syi’ir Tanpo Waton. Lagu yang dikenal sebagai lagu karya KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ini menggema di Masjid Ibnu Sina Fakultas Kedokteran UGM pada tanggal 30 Desember 2011. Meningkahi suara gemericik hujan di akhir Desember, lagu tersebut dengan apik dibawakan oleh kelompok rebana para aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Sleman. Dengan dilantunkannya lagu tersebut maka dimulailah acara peringatan dua tahun wafatnya Sang Guru Bangsa yaitu Gus Dur.
Perisiapan acara  dengan tema “Menggagas Demokrasi Berkeadilan untuk Kemakmuran Rakyat” ini memakan waktu satu bulan. Acara ini dipersiapkan oleh Pengurus Cabang PMII Sleman yang terdiri dari mahasiswa-mahasiswa UGM dan UNY untuk membedah nilai-nilai yang diajarkan oleh Gus Dur. Acara yang dibuka dengan penampilan rebana dan deklamasi puisi karya Inayah yaitu salah satu putri Gus Dur ini berlangsung dari pukul 19.30 hingga 22.30 WIB. Dialog interaktif yang dipantik oleh Jadul Maula (Aktivis Lesbumi DIY), Hifdzil Alim (Aktivis Pusat Kajian Anti Korupsi UGM), dan Marzuki Kurdi (Koordinator Forum Lintas Iman SOBAT DIY) merupakan puncak dari rangkaian acara ini.
Menyatu dalam Perbedaan
Seakan hendak mengimplementasikan nilai yang diajarkan Gus Dur yaitu toleransi dan pluralitas berbangsa panitia bekerja sama dengan pergerakkan mahasiswa dari berbagai basis iman untuk membacakan doa pemuda lintas iman. Pergerakan yang diundang untuk berpartisipasi dalam pembacaan doa tersebut adalah Gerakan Mahasiswa Katolik Indonesia (GMKI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Persatuan Mahasiswa Kristen Indonesia (PMKRI), Keluarga Mahasiswa Hindu Dharma (KMHD), Keluarga Mahasiswa Budhhis (Kamadhish), dan Pemuda Tionghoa yang semuanya memiliki wilayah pergerakan di Yogyakarta. Namun, karena beberapa alasan hanya tiga pergerakan yang bergabung dalam pembacaan doa lintas iman tersebut yaitu PMKRI, Kamadhis, dan PMII.
Dilihat sepintas acara pembacaan doa tersebut mungkin terkesan biasa karena tidak dibawakan secara dramatis. Doa yang berisikan permohonan untuk Gus Dur dan Indonesia ini dibacakan secara bergantian. Doa yang disusun oleh panitia ini merupakan doa universal. Dalam doa ini istilah-istilah yang mengacu kepada kelompok agama tertentu sengaja ditiadakan. Istilah yang mengacu pada makna Sang Maha Kuasa diganti dengan kata Tuhan walaupun kenyataannya setiap agama punya sebutan tersendiri bagi Sang Pencipta. Bahasa yang digunakan dalam doa tersebut seluruhnya adalah Bahasa Indonesia.
Di samping doa yang diksi dan maknanya universal, hal yang menarik dari pembacaan doa lintas iman ini adalah dari segi pembacanya. Perwakilan dari PMII langsung bisa dikenali sebagai pemuda suku jawa. Perwakilan dari PMKRI merupakan pemuda yang ketika melihat figurnya kita akan teringat pada rakyat Indonesia bagian timur. Terakhir perwakilan dari Kamadhis akan kita kenali sebagai pemuda Cina
“Doa kebangsaan ini menunjukkan bahwa Gus Dur merupakan sosok yang sangat berpengaruh dalam mempersatukan kaum beragama di Indonesia,” ungkap Mochammad Said selaku ketua umum PMII Sleman seusai acara tersebut.
Membincang Gus Dur dan Indonesia
Pada 21. 30 WIB acara puncak yaitu dialog interaktif dimulai.  Marzuki Kurdi yang juga menjabat sebagai Ketua Nahdlatul Muhammadiyin menyampaikan pandangannya tentang Ekonomi Rakyat. Keputusan apa yang dipakai dasar perekonomian nasional dan siapa-siapa yang mengambil keputusan tersebut dan arahnya ke mana serta implikasinya seperti apa diungkapkan oleh Marzuki Kurdi ketika menyampaikan faktor penting dalam memahami situasi ekonomi politik rakyat di Indonesia.
Hifzdil Alim sebagai aktivis PUKAT membahas segi hukum dan  politik di Indonesia dari masa ke masa. Mengacu pada pemikiran Gus Dur, Jadul Maula mencoba menyimpulkan bahwa demi mewujudkan keadilan di Indonesia perlu dilakukan pencarian tak berkesudahan akan sebuah perubahan sosial tanpa memutuskan sama sekali ikatan dengan masa lampau.
Acara yang berakhir pada 22.30 WIB ini diharapkan oleh Mochammad Said sebagai momentum bagi pemuda Indonesia untuk bersama bergerak melanjutkan estafet perjuangan Gus Dur dalam mewujudkan demokratisasi di Indonesia. Semoga harapan itu bisa menjadi kenyataan dan tercipta Indonesia yang harmonis dan dinamis suatu saat nanti.


Nurul Ulfah Puji Lestari
Mahasiswa Fakultas Psikologi UGM
Sekretaris PMII Komisariat Gadjah Mada

Tidak ada komentar:

Posting Komentar