Minggu, 08 April 2012

Kriminologi sebagai Alat Analisis Anarkisme Demonstran

Kriminologi sebagai Alat Analisis Anarkisme Demonstran

 
Akhir Maret ini rakyat Indonesia dibuat berdebar-debar oleh rencana pemerintah tentang pengurangan subsisi bahan bakar minyak (BBM). Bagaimana tidak, dengan pengurangan subsidi itu harga bahan bakar yang tadinya dipatok 4500 rupiah per liter akan naik menjadi 6000 rupiah per liter. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, yang memang ada pada tataran kelas menengah ke bawah hal itu sangat memberatkan. Hal itu disebabkan oleh naiknya bahan bakar secara logis akan memicu naiknya harga sembako.
Menyadari rencana kebijakan yang dirasa merugikan rakyat kecil yang sudah kesulitan selama ini maka elemen mahasiswa beramai-ramai turun ke jalan. Aksi tersebut bertujuan untuk menyuarakan pendapat menolak kenaikan bbm. Mahasiswa dari berbagai universitas yang turun ke jalan melakukan berbagai aksi mulai dari aksi damai hingga hingga yang berujung ricuh. Dari aksi-aksi mahasiswa tersebut, aksi yang tergolong ricuh seperti melakukan pembakaran mobil, ban mobil, merusak kantor polisi dan fasilitas umum lain sangat menonjol dijumpai di berbagai berita bermacam-macam media.
Beberapa pihak menganggap ini sebagai tindakan anarkis. Bahkan ada yang menggolongkan tindakan mereka sebagai tindakan criminal. Seperti yang dikatakan oleh Kepala Bidang Humas Polda Sulsel, Komisaris Besar Polisi Chevy Ahmad Sopari. "Keinginan adik-adik mahasiswa sudah tidak diketahui. Tindakan itu sudah kriminal murni," kata Chevy Ahmad Sopari  (www.VIVAnews.com). Bahkan dari mahasiswa sendiri ada yang menganggap tindakan demonstrasi itu sudah kelewat batas dan malah merugikan rakyat. menanggapi itu bermunculan pula percakapan-percakapan singkat tentang criminal dan demonstrasi.

Apakah demonstrasi anarkis termasuk kejahatan?
Untuk memperoleh kejelasan apakah demonstrasi anarkis termasuk tindakan criminal atau bukan maka kita bisa melihatnya dengan berpijak pada kriminologi. Kriminologi sendiri merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari sebab-akibat, perbuatan, dan pencegahan kejahatan. Maka menjadi patut dipertanyakan apakah demonstrasi anarkis yang dilakukan oleh mahasiswa termasuk sebuah kejahatan. Jika kita melihat melalui salah satu aliran dalam kriminologi, yaitu interaksionis, yang meyakini bahwa kejahatan dipandang sebagai sesuatu perbuatan yang menyimpang secara social. Oleh karena itu definisi kejahatan sangat bergantung pada masyarakat. Dalam konteks demonstrasi anarkis ini beberapa pihak memang menganggapnya criminal. Namun, tak sedikit pula yang menganggap itu sebagai sesuatu yang wajar.
“Demonstrasi bukanlah tindakan kriminal bahkan merupakan salah satu pilar demokrasi dalam hal menyatakan pendapat”, tulis Tenang Sapardi dalam rubric kompasiana (www.kompas.com). Dia juga menambahkan, “Seandainya kita merasakan situasi jiwa, api gelora, semangat perlawanan, semangat perjuangan yang bersemayam di dada dada para demonstran maka kita akan memberikan apresiasi yang positif terhadap mereka. Jiwa mereka begitu murni begitu bersih bebas kepentingan rela berkorban tak takut desingan peluru, gas air mata, semburan water canon ..untuk negeri tercinta.” Banyak masyarakat pula yang menganggap itu hal yang wajar. Jadi dari teori interaksionisme jelas tindakan anarkis mahasiswa itu bukan lah kejahatan atau criminal.
Dalam interaksionisme ditekankan pula tentang makna dari tindakan yang dilakukan terus menerus. Dalam kasus ini demonstrasi dilakukan terus menerus. Selain itu demonstrasi yang dilakukan mahasiswa juga pernah meruntuhkan rezim Orde Baru dan aksi mahasiswa saat itu mendapat tanggapan yang sangat baik dari masyarakat.
Jika kita mencoba melakukan pendekatan konflik maka kita akan melihat aksi demonstrasi anarkis ini terkait posisinya di mata hukum yang dibuat oleh penguasa. Dalam hal ini pula pemerintah belum mengadakan atau melarang demosntrasi atau menangkap semua peserta demonstran anarkis. Hal ini disebabkan beberapa faktor misalnya demonstrasi mahasiswa dianggap oleh pemerintah ditunggangi oknum tertentu. Paling parah, yang ditangkap adalah mahasiswa yang dianggap provokator dan itu pun tidak dikenai hukuman pidana seperti penjara.
Ellish dan Walsh menyatakan bahwa tindakan criminal adalah perilaku yang secara universal dikutuk oleh manusia yakni melukai anggota kelompok sendiri atau merampas hak miliknya. Lantas apakah dalam hal ini anarkisme mahasiswa bisa disebut tindakan yang melukai kelompoknya sendiri yaitu masyarakat? Lalu tindakan yang dilakukan aparat yaitu menembaki mahasiswa termasuk bukan criminal karena mahasiswa bukan merupakan anggota kelompok aparat?
Tentu saja penggolongan apakah sesuatu tindakan termasuk criminal atau tidak bisa sesederhana itu. Anarkisme dalam demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa bisa dipicu oleh berbagai hal seperti diprovokasi oleh oknum yang berkpentingan seperti partai oposisi misalnya dan cuaca yang panas memicu agresivitas. Tentang agresivitas ini sebenarnya telah disikapi oleh aparat dengan menyemprotkan air. Namun, itu tetap tidak menjadi solusi. Malahan tindakan yang dilakukan aparat semakin memicu agresivitas sebab mahasiswa semakin ingin melindungi diri dengan cara menyerang aparat.

Kesimpulan
            Anarkisme dalam demonstrasi mahasiswa tidak bisa begitu saja digolongkan dalam tindakan criminal. Walaupun dalam beberapa hal memang menimbulkan kerusakan. Menjadi penting adalah dengan memahami makna dari suatu tindakan. Kadang kala suatu tindakan memang dianggap melawan hukum. Namun, jika kita telusuri lebih lanjut maka sebenarnya sesuatu yang mereka lakukan merupakan hal yang bisa kita terima. Missal, kasus nenek pencuri coklat yang dibawa ke ranah hukum. Menjadi bijak dalam memandang sesuatu memang sangat penting. Memandang sesuatu dari berbagai perspektif merupakan hal yang harus dilakukan untuk mendapatkan pemahaman yang utuh. Namun, harus kita terima pula bahwa hukum memang diperlukan untuk menegakkan keadilan. Walau kadang keadilan tidak bisa begitu saja dilihat dari kitab-kitab hukum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar