Kriminologi sebagai Alat Analisis
Anarkisme Demonstran
Akhir Maret ini rakyat Indonesia dibuat berdebar-debar oleh rencana
pemerintah tentang pengurangan subsisi bahan bakar minyak (BBM). Bagaimana tidak,
dengan pengurangan subsidi itu harga bahan bakar yang tadinya dipatok 4500
rupiah per liter akan naik menjadi 6000 rupiah per liter. Bagi sebagian besar
masyarakat Indonesia, yang memang ada pada tataran kelas menengah ke bawah hal
itu sangat memberatkan. Hal itu disebabkan oleh naiknya bahan bakar secara
logis akan memicu naiknya harga sembako.
Menyadari rencana
kebijakan yang dirasa merugikan rakyat kecil yang sudah kesulitan selama ini
maka elemen mahasiswa beramai-ramai turun ke jalan. Aksi tersebut bertujuan
untuk menyuarakan pendapat menolak kenaikan bbm. Mahasiswa dari berbagai
universitas yang turun ke jalan melakukan berbagai aksi mulai dari aksi damai
hingga hingga yang berujung ricuh. Dari aksi-aksi mahasiswa tersebut, aksi yang
tergolong ricuh seperti melakukan pembakaran mobil, ban mobil, merusak kantor
polisi dan fasilitas umum lain sangat menonjol dijumpai di berbagai berita
bermacam-macam media.
Beberapa pihak
menganggap ini sebagai tindakan anarkis. Bahkan ada yang menggolongkan tindakan
mereka sebagai tindakan criminal. Seperti yang dikatakan oleh Kepala Bidang
Humas Polda Sulsel, Komisaris Besar Polisi Chevy Ahmad Sopari. "Keinginan
adik-adik mahasiswa sudah tidak diketahui. Tindakan itu sudah kriminal
murni," kata Chevy Ahmad Sopari (www.VIVAnews.com). Bahkan dari mahasiswa
sendiri ada yang menganggap tindakan demonstrasi itu sudah kelewat batas dan
malah merugikan rakyat. menanggapi itu bermunculan pula percakapan-percakapan
singkat tentang criminal dan demonstrasi.
Apakah
demonstrasi anarkis termasuk kejahatan?
Untuk memperoleh
kejelasan apakah demonstrasi anarkis termasuk tindakan criminal atau bukan maka
kita bisa melihatnya dengan berpijak pada kriminologi. Kriminologi sendiri merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari
sebab-akibat, perbuatan, dan pencegahan kejahatan. Maka menjadi patut
dipertanyakan apakah demonstrasi anarkis yang dilakukan oleh mahasiswa termasuk
sebuah kejahatan. Jika kita melihat
melalui salah satu aliran dalam kriminologi, yaitu interaksionis, yang meyakini
bahwa kejahatan dipandang sebagai sesuatu perbuatan yang menyimpang secara
social. Oleh karena itu definisi kejahatan sangat bergantung pada masyarakat.
Dalam konteks demonstrasi anarkis ini beberapa pihak memang menganggapnya
criminal. Namun, tak sedikit pula yang menganggap itu sebagai sesuatu yang
wajar.
“Demonstrasi bukanlah
tindakan kriminal bahkan merupakan salah satu pilar demokrasi dalam hal
menyatakan pendapat”, tulis Tenang Sapardi dalam rubric kompasiana (www.kompas.com). Dia juga menambahkan,
“Seandainya kita merasakan situasi jiwa, api gelora, semangat perlawanan,
semangat perjuangan yang bersemayam di dada dada para demonstran maka kita akan
memberikan apresiasi yang positif terhadap mereka. Jiwa mereka begitu murni
begitu bersih bebas kepentingan rela berkorban tak takut desingan peluru, gas
air mata, semburan water canon ..untuk negeri tercinta.” Banyak masyarakat pula
yang menganggap itu hal yang wajar. Jadi dari teori interaksionisme jelas
tindakan anarkis mahasiswa itu bukan lah kejahatan atau criminal.
Dalam interaksionisme
ditekankan pula tentang makna dari tindakan yang dilakukan terus menerus. Dalam
kasus ini demonstrasi dilakukan terus menerus. Selain itu demonstrasi yang
dilakukan mahasiswa juga pernah meruntuhkan rezim Orde Baru dan aksi mahasiswa
saat itu mendapat tanggapan yang sangat baik dari masyarakat.
Jika kita mencoba
melakukan pendekatan konflik maka kita akan melihat aksi demonstrasi anarkis
ini terkait posisinya di mata hukum yang dibuat oleh penguasa. Dalam hal ini
pula pemerintah belum mengadakan atau melarang demosntrasi atau menangkap semua
peserta demonstran anarkis. Hal ini disebabkan beberapa faktor misalnya
demonstrasi mahasiswa dianggap oleh pemerintah ditunggangi oknum tertentu.
Paling parah, yang ditangkap adalah mahasiswa yang dianggap provokator dan itu
pun tidak dikenai hukuman pidana seperti penjara.
Ellish dan Walsh
menyatakan bahwa tindakan criminal adalah perilaku yang secara universal
dikutuk oleh manusia yakni melukai anggota kelompok sendiri atau merampas hak
miliknya. Lantas apakah dalam hal ini anarkisme mahasiswa bisa disebut tindakan
yang melukai kelompoknya sendiri yaitu masyarakat? Lalu tindakan yang dilakukan
aparat yaitu menembaki mahasiswa termasuk bukan criminal karena mahasiswa bukan
merupakan anggota kelompok aparat?
Tentu saja
penggolongan apakah sesuatu tindakan termasuk criminal atau tidak bisa
sesederhana itu. Anarkisme dalam demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa bisa
dipicu oleh berbagai hal seperti diprovokasi oleh oknum yang berkpentingan
seperti partai oposisi misalnya dan cuaca yang panas memicu agresivitas.
Tentang agresivitas ini sebenarnya telah disikapi oleh aparat dengan
menyemprotkan air. Namun, itu tetap tidak menjadi solusi. Malahan tindakan yang
dilakukan aparat semakin memicu agresivitas sebab mahasiswa semakin ingin
melindungi diri dengan cara menyerang aparat.
Kesimpulan
Anarkisme
dalam demonstrasi mahasiswa tidak bisa begitu saja digolongkan dalam tindakan
criminal. Walaupun dalam beberapa hal memang menimbulkan kerusakan. Menjadi
penting adalah dengan memahami makna dari suatu tindakan. Kadang kala suatu
tindakan memang dianggap melawan hukum. Namun, jika kita telusuri lebih lanjut
maka sebenarnya sesuatu yang mereka lakukan merupakan hal yang bisa kita
terima. Missal, kasus nenek pencuri coklat yang dibawa ke ranah hukum. Menjadi
bijak dalam memandang sesuatu memang sangat penting. Memandang sesuatu dari
berbagai perspektif merupakan hal yang harus dilakukan untuk mendapatkan
pemahaman yang utuh. Namun, harus kita terima pula bahwa hukum memang
diperlukan untuk menegakkan keadilan. Walau kadang keadilan tidak bisa begitu
saja dilihat dari kitab-kitab hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar