Minggu, 29 April 2012

Masa Depan Pendidikan Indonesia: Menemukan Jalur Alternatif Menuju Pendidikan yang Mencerahkan



                                                                           
            Pendidikan pada dasarnya adalah sebuah proses yang mulia. Kemuliaan itu terletak pada tujuannya yakni memanusiakan manusia. Memanusiakan manusia berarti membuat manusia menjadi berfungsi sepenuhnya agar sejahtera hidup berdampingan dengan masyarakatnya baik lokal maupun global dan mampu merencanakan masa depan hidupnya yang cerah secara merdeka. Dalam menerawang nasib masa depan pendidikan di Indonesia maka kita perlu memahami dan mengamati betul apa dan bagaimana pendidikan tumbuh di hamparan bumi pertiwi ini.
Kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi masyarakat Indonesia ternyata telah diinsyafi oleh pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Hal itu terlihat dari pembukaan Undang Undang Dasar 1945 yang salah satunya berbunyi “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Mencerdaskan kehidupan bangsa bermakna mewujudkan masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang percaya diri dalam bersaing dengan masyarakat internasional di era global ini.
Dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut secara jelas terlihat bahwa pemerintah sebagai pemangku kebijakan dengan segala wewenang dan fungsinya wajib untuk menyelenggarakan sarana dan pra sarana pendidikan bagi rakyatnya. Mencuplik salah satu kebijakan pemerintah kita adalah kebijakan pemerintah orde baru dengan idenya yang mahsyur “wajib belajar sembilan tahun”. Wajib belajar sembilan tahun yang artinya belajar hingga minimal taraf sekolah menengah pertama ini kini telah mengarah pada wajib belajar dua belas tahun.
Bukan hanya ide saja, orde baru juga gencar melakukan revolusi fisik seperti pembangunan infrastruktur sekolah dan penyeragaman buku sekolah. Ide-ide semacam itu tentunya tidak terlepas dari ciri pemerintahan orde baru yang sentralistik dan otoriter. Hingga kini kita hampir menuju pemilu untuk memilih presiden kita yang ke- 7 berbagai kebijakan berhamburan menciprati dunia pendidikan Indonesia. Namun, setelah bangsa Indonesia merdeka selama 66 tahun dan berbagai kebijakan pemerintah dicipratkan lewat berbagai undang-undang, pendidikan di Indonesia ini nyata-nyata belum mencapai apa yang dimaksudkan dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu cerdasnya kehidupan bangsa. Jangankan tercapainya tujuan yang mulia itu malahan negeri ini menyabet berbagai prestasi buruk dalam kancah dunia pendidikan internasional.
            Beberapa prestasi buruk yang harusnya menampar dan menyadarkan kita semua, terutama civitas perguruan tinggi antara lain adalah kualitas guru yang rendah, prestasi siswa yang rendah, dan pengangguran terpelajar menumpuk. Persoalan pertama adalah bab guru. Data konkret dari rendahnya prestasi guru kita adalah aspek kualitas input/pengajar/guru Indonesia yang mendapat nilai E dan menempati peringkat paling akhir dari 14 negara di kawasan asia pasifik yang diteliti oleh Asian South Pasifikc Beurau of Adult Educatuion dan Global  Campaign for Education pada tahun 2005.
            Bab kedua adalah malangnya nasib anak-anak bangsa yang rendah prestasinya ketika disandingkan dengan prestasi anak-anak dari negara lain. Berdasar Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003-2004, siswa Indonesia hanya menduduki peringkat ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika. Bab ketiga adalah menumpuknya pengangguran terpelajar di Indonesia. Dari sekian melimpahnya pengangguran di Indonesia ini pada tahun 2006 ada sekitar 3 juta sarjana muda yang ikut menjadi pengangguran karena belum tertampung perusahaan. Masih banyak lagi data tentang bertaburannya prestasi buruk dunia pendidikan kita jika kita mau mencari di dunia maya maupun di buku-buku yang relevan. Namun, selain data kuantitatif tadi data kualitatif yang bisa kita amati dan rasakan sendiri tentang sumbangnya nada pendidikan Indonesia juga tak kalah banyak. Misalnya, banyak siswa terutama siswa sekolah dasar yang sedih dan bermuka muram saat berangkat sekolah tetapi bahagia dan cerah ketika mendengar bel pulang sekolah berbunyi.
Menjelang dilaksanakannya ujian akhir nasional anak-anak sekolah dasar menjinjing tas berat penuh berisi berbagai macam buku dan bekal makanan karena harus les sampai sore. Menjelang ujian akhir nasional pula tak sedikit kasus kesurupan terjadi di beberapa smp atau pun sma yang disinyalir penyebabnya adalah karena stress dan cemas menghadapi ujian nasional yang dari tahun ke tahun standar nilai kelulusannya terus dinaikan tanpa diimbangi dengan kualitas pembelajaran dan mental siswa.
Pendidikan yang seharusnya menjadi pencerahan telah menjadi tempat yang menyeramkan dengan tingkat kompetisi peringkat yang tinggi dengan mengesampingkan pemberdayaan anak didik sebagai individu. Tradisi rangking yang ada dalam sistem sekolah negeri nyata-nyata malah menumbuhkan rasa individualis yang mengkhianati nilai kebersamaan dan gotong royong sebagai salah satu nilai yang pernah dimiliki bangsa ini.
Akibatnya kebanyakan siswa lulus hanya mendapatkan ijazah saja tak lebih dari itu. Padahal pada kenyataannya ijazah hanya berguna untuk proses administrasi saja dalam mencari pekerjaan atau mendirikan lapangan kerja. Selebihnya hal yang diperlukan adalah jiwa kepemimpinan, daya kreasi, kemampuan menciptakan visi dan misi dalam hidup, kemampuan bersosialisasi dan adaptasi. Hal itu selanjutnya disebut dengan karakter dan sistem pendidikan nasional dengan berbagai kurikulumnya yang berganti-ganti belum mampu melahirkan siswa dengan karakter tadi. Alih alih menjadi tempat untuk mengembangkan potensi diri sekolah malah menjadi tempat menyeramkan bak sumber penyakit seperti stress, cemas dengan laku atau tidaknya ijazah, mendapat peringkat atau tidak dan lain sebagainya.
Jika kita telah memahami apa dan bagaimana keadaan pendidikan di negeri ini maka kita tidak bisa diam saja dan membiarkan penyakit ini terus disebarkan turun temurun. Banyak pihak bisa disalahkan terkait sumbangannya pada kebobrokan dunia pendidikan Indonesia. Namun, demi mempertimbangkan nasib generasi penerus bangsa dan juga bangsa ini sendiri maka kita harus segera bangkit dari penyakit ini dan memulai penyembuhan mulai dari yang kita bisa semaksimal mungkin.
Ide-ide untuk memperbaiki dunia pendidikan di Indonesia mulai bermunculan baik dalam hal wacana maupun praktek langsung. Beberapa di antaranya adalah munculnya berbagai pendidikan alternatif seperti  Komunitas Orang Rimba dan Butet Manurung di Jambi, SDKE Mangunan dan SMP Qaryah Thayyibah di Salatiga Jawa Tengah. Selain itu ide-ide dari akademisi juga muncul salah satunya ide gerakan Indonesia Mengajar oleh Anies Baswedan yang gencar mengirimkan ratusan mahasiswa ke berbagai pelosok Indonesia untuk mengisi kekosongan pengajar. Ide tersebut akhirnya memicu lahirnya berbagai gerakan sejenis di berbagai kampus di Indonesia.
            Dengan segala kelebihan dan kekurangannya pendidikan alternatif seakan mulai menjawab permasalahan pendidikan Indonesia walaupun belum semuanya. SMP Qaryah Thayibbah misalnya sebagai salah satu contoh memiliki tujuan terwujudnya desa yang berdaya mencoba menjawab permasalahan dengan pembelajaran berbasis komunitas. Konsep guru mengajar diubah menjadi konsep belajar bersama. Dengan konsep ini guru menempatkan diri sebagai teman yang mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Siswa tidak perlu tunduk terpaksa pada kurikulum atau silabi yang diterapkan guru. Siswa bersama dengan guru menentukan bersama apa yang ingin dipelajari dan mempelajari pula kaitan antara materi yang dipelajari dengan realita sehari-hari.
Dengan metode seperti ini siswa terbukti lebih nyaman belajar dan menghasilkan berbagai macam prestasi nyata seperti novel, album lagu, lukisan, dan masih banyak lainnya. Namun, hal yang paling penting adalah dengan metode ini maka siswa menjadi manusia merdeka yang mampu merencanakan dan meraih apa yang diinginkan. Siswa dari SMP Qaryah Thayyibah ini dibebaskan untuk mengikuti atau tidak mengikuti ujian akhir nasional. Namun, jangan salah, siswa-siswa di sini telah terbukti mampu bersaing dan unggul dibanding siswa yang belajar pada sekolah formal.
Model-model pembalajaran seperti ini kini mulai terus bermunculan dan menjadi bahan kajian yang menarik baik oleh para aktivis maupun akademisi. Jika pemerintah mau mulai membuka diri dengan saling bertukar ide tentang pendidikan kepada para penggagas dan pelaku pendidikan alternatif maka bukan tidak mungkin model terbaik sistem pendidikan bisa dirumuskan dan dipraktikan demi terwujudnya kecerdasan bangsa. Dengan itu maka masa depan pendidikan Indonesia bisa dipastikan setapak demi setapak menuju masanya yang cerah dan mencerahkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar